Senin, 06 Desember 2010

Mazhab Hukum Alam( for kajian lorong kampus hari kamis tanggal 09 desember 2010 jam 03.00 PM)





Mazhab Hukum Alam

Hukum alam sesungguhnya merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori didalamnya. Berbagai anggapan dan pendapat yang dikelompokkan ke dalam hukum alam bermunculan dari masa ke masa.

Mempelajari sejarah hukum alam, maka kita akan mengkaji sejarah manusia yang berjuang untuk menemukan keadilan yang mutlak di dunia ini serta kegagalan-kegagalannya. Pada suatu saat hukum alam muncul dengan kuatnya, pada saat yang lain ia diabaikan, tetapi yang pasti hukum alam tidak pernah mati.

Hukum Alam adalah hukum yang normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, dari alam semesta dan dari akal budi manusia, karenanya ia di gambarkan sebagai hukum yang berlaku abadi.

Hukum alam dimaknai dalam berbagai arti oleh beberapa kalangan pada masa yang berbeda. Berikut ini akan di paparkan pandangan hukum alam dari Aristoteles, Thomas Aquinas, dan Hugo Grotius;
Aristoteles;

Aristoteles merupakan pemikir tentang hukum yang petama-tama membedakan antara hukum alam dan hukum positip.

Hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku selalu dan dimana-mana karena hubungannya dengan aturan alam. Hukum itu tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya. Hukum alam dibedakan dengan hukum positif, yang seluruhnya tergantung dari ketentuan manusia.

Hukum harus ditaati demi keadilan. Keadilan selain sebagai keutamaan umum (hukum alam) juga keadilan sebagai keutamaan moral khusus. Keadilan menentukan bagaimana hubungan yang baik antara sesama manusia, yang meliputi keadilan dalam pembagian jabatan dan harta benda publik, keadilan dalam transaksi jual beli, keadilan dalam hukum pidana, keadilan dalam hukum privat.

Thomas aquinas;

Dalam membahas hukum Thomas membedakan antara hukum yang berasal dari wahyu dan hukum yang dijangkau akal budi manusia. Hukum yang didapat wahyu disebut hukum ilahi positif (ius divinum positivum). Hukum yang didapatkan berdasarkan akal budi adalah ‘hukum alam’(ius naturale), hukum bangsa-bangsa(ius gentium), dan hukum positif manusiawi (ius positivum humanum).

Menurut Aquinas hukum alam itu agak umum, dan tidak jelas bagi setiap orang, apa yang sesuai dengan hukum alam itu. Oleh karenanya perlu disusun undang-undang negara yang lebih kongkret mengatur hidup bersama. Inilah hukum posisif. Jika hukum positif bertentangan dengan hukum alam maka hukum alam yang menang dan hukum positif kehilangan kekuatannya. Ini berarti bahwa hukum alam memiliki kekuatan hukum yang sungguh-sungguh. Hukum positif hanya berlaku jika berasal dari hukum alam. Hukum yang tidak adil dan tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam, tidak dapat disebut sebagai hukum, tetapi hukum yang menyimpang

Hugo grotius;

Grotius adalah penganut humanisme, yang mencari dasar baru bagi hukum alam dalam diri manusia sendiri. Manusia memiliki kemampuan untuk mengerti segala-galanya secara rasional melalui pemikirannya menurut hukum-hukum matematika. Manusia dapat menyusun daftar hukum alam dengan menggunakan prinsip-prinsip a priori yang dapat diterima secara umum. Hukum alam tersebut oleh Grotius dipandang sebagai hukum yang berlaku secara real sama seperti hukum positif.

Hukum alam tetap berlaku, juga seandainya Allah tidak ada. Sebabnya adalah bahwa hukum alam itu termasuk akal budi manusia sebagai bagian dari hakekatnya. Dilain pihak Grotius tetap mengaku, bahwa Allah adalah pencipta alam semesta. Oleh karena itu secara tidak langsung Allah tetap merupakan pundamen hukum alam. Hak-hak alam yang ada pada manusia adalah;

hak untuk berkuasa atas diri sendiri, yakni hak atas kebebasan.
hak untuk berkuasa atas orang lain hak untuk berkuasa sebagai majikan
hak untuk berkuasa atas milik dan barang-barang.

Grotius juga memberikan prinsip yang menjadi tiang dari seluruh sistem hukum alam yakni:

prinsip kupunya dan kau punya. Milik orang lain harus dijaga
prinsip kesetiaan pada janji
prinsip ganti rugi
prinsip perlunya hukuman karena pelanggaran atas hukum alam.


Sebagaimana telah di utarakan di muka, hukum alam ini selalu dapat dikenali sepanjang abad-abad sejarah manusia, oleh karena ia merupakan usaha manusia untuk menemukan hukum dan keadilan yang ideal.



Mazhab Hukum Alam(dikutip dari :Bram Madya Temarahttp://the-catetan.blogspot.com/2010/04/filsafat-hukum.html)

Sejarah hukum alam merupakan sejarah usaha umat manusia untuk menemukan keadilan yang mutlak beserta kegagalan-kegagalan dalam usaha tersebut. Sejak ribuan tahun lalu sampai sekarang ini ide tentang hukum alam selalu timbul sebagai suatu perwujudan dari usaha manusia untuk menemukan hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Pada suatu waktu tertentu ide tentang hukum alam timbul dengan kuat, pada saat yang lain ide ini diabaikan tetapi bagamanapun juga ide tentang hukum alam tidak pernah lenyap. Hukum alam dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi. Thomas Aquinas berpendapat bahwa di samping kebenaran wahyu juga terdapat kebenaran akal. Menurutnya, ada pengetahuan yang tidak dapat ditembus oleh akal, dan itulah diperlukan iman. Ada dua pengetahuan :
  1. pengetahuan alamiah berpangkal pada akal
  2. b.pengetahuan iman bersumber pada wahyu ilahi.
Pembedaan ini oleh T. Aquinas dipakai untuk menjelaskan perbedaan antara filsafat dan teologia.

Berbicara tentang hukum, T. Aquinas mendefinisikan hukum sebagai ketentuan akal untuk kebaikan umum yang dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat. Hukum dapat dibedakan :
  1. Lex aeterna yaitu hukum rasio Tuhan yang mengatur segala sesuatu dalam alam semesta. Manusia tidak mampu memahami lex aeterna secara keseluruhan.
  2. Lex naturalis yaitu hukum yang penjelmaan lex aeterna ke dalam rasio, bagian yang dapat ditangkap oleh rasio manusia. Lex naturalis memberikan pengarahan kepada manusia melalui petunjuk umum. Misalnya yang baik harus dilakukan, yang buruk dihindari.
  3. Lex divina yaitu hukum rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh pancaindera manusia, petunjuk-petunjuk dari Tuhan yang tercantum dalam kitab-kitab suci
  4. Lex Humane yaitu rumusan hukum. Karena sumber utama dari hukum adalah akal, maka hukum harus menyesuaikan diri pada dalil-dalil bekerjanya akal. Hukum yang tidak

adil dan tidak dapat diterima akal, dan hukum yang bertentangan dengan hukum alam tidak dapat disebut dengan hukum.


* Hukum Alam (Tulisan mengenai Hukum Alam dan Sejarah Hukum Alam disadur dari John Finch, Introduction to Legal Theory (London : Sweet & Maxwell, 1974), h. 17-37)

Pembahasan tentang sifat daripada hukum, sebagian mengenai “hukum dari alam” (“the
law of nature”). Berdasarkan idologi tertentu yang ada dibalakangnya, berbagai nama
dipergunakan untuk subjek yang sama, seperti hukum alam semesta (the law of the universe),
hukum Tuhan (the law of God), hukum yang kekal/abadi (the eternal law), hukum dari umat
manusia (the law of mankind) dan hukum dari akal (the eternal of reason).
Klaim yang sentral terhadap “hukum dari alam” (“the law of nature”) ialah apa yang
sifatnya alamiah, yang seharusnya terjadi. Hukum dari alam (“the law of nature”) seharusnya
menjadi hukum yang mengatur untuk semua benda, termasuk manusia dan hubungan-hubungan
manusia. Hipotesa dari asumsi di belakang teori ini, bahwa hukum atau seperangkat hukum
menguasai atau mengatur semua hal, apakah itu grafitasi, gerakan, phisik, dan reaksi kimia,
insting binatang atau tindakan manusia. Boleh dikatakan tindakan kita yang tertentu dan
reaksinya ditentukan oleh hukum dari alam (the law of nature) dan segala yang terjadi
berlawanan adalah berlawanan dengan alam. Jika sebuah batu dijatuhkan dalam keadaan grafitasi
normal, ia akan menentang hukum grafitasi jika terangkat ke udara. Menurut hukum grafitasi,
batu itu akan jatuh ke bawah, namun demikian batu itu tidak mempunyai akal dan tidak memiliki
kapasitas untuk memilih apa yang ia inginkan. Sebaliknya, manusia memiliki kemampuan dalam
berbagai kombinasi. Tidak seperti batu, manusia tidak terikat dengan sendirinya, secara
psikologis atau spiritual untuk mengikuti hukum yang seharusnya ditaatinya dalam hubungan
sesama mereka. Kita “seharusnya” (“ought”) dapat dipakai dalam hubungan dengan batu dalam
pernyataan seperti : “batu itu seharusnya jatuh (ought to fall) ke bawah bila kita melepaskannya”.
Pernyataan ini memperlihatkan kemungkinan semata-mata (walaupun prediksi ini sangat mudah
dikenali). Teori Hukum Alam (Natural Law) menyatakan bahwa ada hukum dari alam (the law
of nature) yang menurut ajaran dan prinsip-prinsip terhadap mana semua hal, termasuk manusia
sendiri, harus berkelakuan.
Premis pertama dari doktrin Hukum Alam (Natural Law) adalah apa yang diketemukan
oleh Hukum Alam (Natural Law), seharusnya diikuti. Masalah pertama adalah bagaimana
menemukan apa yang diketemukan oleh Hukum Alam. Hukum Alam (Natural Law)
memberikan tempat utama kepada moralitas. Peranan yang dimainkan oleh moral dalammemformulasikan teori mengenai hukum dari alam (the law of nature) kadang-kadang
dinyatakan secara tegas, tetapi lebih banyak dinyatakan secara diam-diam. Moralitas digunakan
dalam berbagai peranan. Kadang-kadang dikarakterisasikan sebagai produk dari isi Hukum Alam
(Natural Law). Kadang-kadang ia diberikan peranan ganda, tidak hanya sebagai produk tetapi
juga sebagai pembenaran, petunjuk kata hati/hati nurani. Dengan perkataan lain apa yang
seharusnya berlaku mengikuti apa yang seharusnya secara moral berlaku.
Jika Hukum Alam (Natural Law) ingin memiliki relavansi hukum, maka ia harus berisi
prinsip-prinsip petunjuk di mana manusia akan menggunakannya untuk mengatur diri mereka
sendiri dan orang lain. Variasi yang luas mengenai standar keadilan dan moralitas dapat ditinjau
pada waktu yang berbeda, di antara orang-orang yang berlainan dan bahkan diantara individu
yang berlainan, mungkin akan menghasilkan satu standar petunjuk yang menonjol tetapi variasivariasi
tersebut juga mengindikasikan sulitnya menentukan apa yang dimaksud dengan prinsipprinsip
alamiah itu. Hukum hanya dapat dilihat dari pedoman-pedoman yang ditawarkan pada
penerapan prinsip-prinsip tersebut terhadap kasus-kasus tertentu.
Sejarah Hukum Alam (Natural Law)
Sama halnya dengan banyak bidang studi lainnya, sejarah hukum dari alam (the law of
nature) dimulai pada zaman Yunani. Filsafat Yunani melahirkan standar yang absolut mengenai
hak dan keadilan. Hal ini didasarkan pada kepercayaan pada berlakunya kekuasaan supernatural
atas hukum, di mana manusia seharusnya mematuhinya. Pernyataan riil pertama dari Teori
Hukum Alam (Natural Law) dari sudut terminologi filsafat berasal dari abad ke 6 SM. Hukum
manusia dikatakan mendapat tempatnya dalam tatanan benda-benda berdasarkan atas kekuatan
yang mengontrol segala hal. Reaksi dari ajaran ini datang pada abad-abad berikutnya dimana ada
perbedaan dan kemungkinan timbulnya konflik antara Hukum Alam (Natural Law) dan hukum
yang dibuat manusia. Pada zaman Yunani, Aritoteles dan Plato membangun kembali Hukum
Alam (Natural Law). Sampai hari ini hanya Aristoteles yang mempunyai pengaruh terbesar
dalam doktrin Hukum Alam (Natural Law). Aristoteles menganggap manusia adalah bagian dari
alam, bagian dari sesuatu, tetapi juga, diikuti dengan akal yang cemerlang, yang membuat
manusia sesuatu yang istimewa dan memberikannya kekhususan yang menonjol. Pengakuan
terhadap akal manusia membentuk dasar bagi konsepsi Stoic mengenai Hukum Alam (Natural
Law). Stoic mengatakan, akal berlaku terhadap semua bagian dari alam semesta dan manusia

adalah bagian dari alam semesta, diperintah akal. Manusia hidup pada dasarnya jika ia hidup
menurut akalnya. Doktrin Hukum Alam (Natural Law) kemudian sampai pada tingkat di mana
alam universal memimpin, melalui akal dan kritik yang dijalankan oleh manusia, langsung
kepada tingkah laku yang seharusnya secara normatif dijalankan. Keharusan yang normatif ini
dianggap bagian yang integral dan didukung oleh moral. Stoic menambahkan unsur agama
dalam tingkah laku manusia. Era cemerlang dari Hukum Alam (Natural Law) lahir dari doktrin
hukum agama dari Thomas Aquinas. Pada masa itu Tuhan dari agama Kristen dianggap sebagai
sumber kekuatan akal yang berasal dari Tuhan. Misalnya hal ini diketemukan dalam 10 Perintah
Tuhan.
Sekuralisasi dari Hukum Alam (Natural Law) kemudian datang belakangan pada masa
Thomas Hobbes dan Grotius. Ahli-ahli filsafat abad ke-17 ini pada umumnya menolak konsepsi
bahwa Tuhan adalah sumber tertinggi dari hukum, mereka berpendapat Hukum Alam (Natural
Law) itu mengindikasikan bahwa tindakan manusia itu datang dari kesepakatan mereka atau
ketidak sepakatan mereka, berdasarkan akal atau kebutuhan moral, dan akibatnya perbuatan itu
dilarang atau diperintahkan oleh Tuhan.
Dalam perkembangan selanjutnya Thomas Hobbes mempunyai motif politik dengan
menggunakan Hukum Alam (Natural Law) untuk membenarkan perlunya pemerintahan yang
absolut, kekuasaan politik yang besar untuk melindungi rakyat biasa melawan mereka sendiri
dan melawan kekurangan/kelemahan mereka sendiri. Reaksi terhadap Thomas Hobbes datang
dari Jeremy Bentham dengan ajarannya utilitarianisme – kebahagiaan setinggi-tingginya untuk
sebesar-besarnya umat manusia. Ajaran Bentham adalah penolakan total dari doktrin Hukum
Alam (Natural Law).
Pembela doktrin Hukum Alam Modern, antara lain Professor d’Entreves yang mengatakan
dalam masalah analisis terhadap sifat dari hukum: “jawaban kaum Positivis adalah
mengorbankan apa yang seharusnya (the ought) kepada apa yang menjadi (the is); sarjana
Hukum Alam (Natural Law) mengorbankan apa yang menjadi (the is) kepada apa yang
seharusnya (the ought); tentu persoalannya adalah bagaimana hukum dapat dinyatakan dalam
bentuk menjadi (an is) dan yang seharusnya (an ought), bagaimana keduanya dapat menjadi
fakta dan proposisi seharusnya (an ought proposition). Saya percaya ada unsur kebenaran pada
kedua pihak, dan bahwa kata akhir bukanlah masalah Teori Hukum sebagaimana juga bukan
Teori Politik.” Pendapat dari Prof. d’Entreves membuktikan kenyataan bahwa doktrin Hukum

Alam dan Positivisme mempunyai peranan yang saling melengkapi untuk memecahkan
persoalan-persoalan sifat dari hukum. Hukum internasional merupakan indikator yang baik untuk
mendukung pendapatnya tersebut. Lemahnya hukum internasional sekarang ini tidak karena
tidak adanya penegakkan tetapi karena tidak adanya “peranan moral internasional”
(“international moral sence”).
Menghubungkannya dengan sikap modern terhadap Hukum Alam yang memusatkan
perhatian kepada aspek spesifik tertentu tentang isinya, Hard berpendapat isi minimum dari
Hukum Alam adalah “core of good sence” (perasaan yang baik). Hard berpendapat Hukum Alam
bisa diketemukan melalui akal, dan apa hubungannya dengan hukum manusia dan moralitas.
Dalam hubungan ini, pertanyaan mengenai bagaimana manusia hidup bersama, harus kita
asumsikan bahwa keinginan mereka, dalam garis besarnya adalah untuk hidup.
Pada abad ke 18 terjadi perdebatan antara Blackstone dan Bentham yang mempengaruhi
Teori Hukum (Legal Theory). Blackstone adalah penganut Hukum Alam dari Inggris, sebaliknya
Bentham adalah pengkritik Hukum Alam. Menurut Blackstone hukum itu adalah rule of action,
aturan untuk berbuat yang diterapkan secara tidak diskriminatif kepada semua macam tindakan
apakah animate or inanimate, rasional atau tidak rasional. Rule of action dilakukan oleh yang
superior di mana yang inferior terikat untuk menaatinya. Hukum dari alam menurut Blackstone
adalah kehendak dari Penciptanya (Maker).
Hubungan Hukum dan Moral Menurut Hukum Alam
Masalah hubungan hukum dan moral tidak lagi merupakan masalah bentuk atau struktur,
tetapi masalah tentang isi. Menurut penganut Hukum Alam (Natural Law), isi dari hukum adalah
moral. Hukum tidak semata-mata merupakan suatu peraturan tentang tindakan-tindakan hukum
itu berisi nilai-nilai, hukum itu adalah indikasi, apakah yang baik dan yang buruk. Selanjutnya
yang baik dan yang buruk itu adalah syarat-syarat dari kewajiban hukum. Penganut Hukum
Alam menganggap bahwa hukum tidak semata-mata merupakan perintah tetapi juga seperangkat
nilai-nilai tertentu. Penganut Teori Hukum Alam (Natural Law) tidak pernah berpendapat bahwa hukum itu semata-mata ekspresi dari standar kelompok tertentu atau masyarakat tertentu.
Penganut Hukum Alam (Natural Law) percaya kepada nilai-nilai yang absolut dan mereka
berpendapat hukum adalah alat untuk mencapai nilai-nilai tersebut.
Thomas Aquinas mengatakan Hukum Alam (Natural Law) itu adalah mengerjakan yang
baik dan menghindarkan yang buruk. Grotius menyatakan bahwa hukum dari alam (the law of
nature) menunjukkan alasan-alasan yang baik dan tindakan-tindakan di dalamnya memiliki
kualitas moral.
Adalah jelas, dari sudut praktis, untuk menetapkan kebutuhan yang rasional adanya
ketertiban hukum dalam setiap masyarakat. Salah satu contoh adalah “Rule of Law”. Pendapat
modern mengenai hal ini diberikan oleh L.L. Fuller yang dikuatkan oleh Finnis dan Joseph Raz.
Mereka mengatakan bahwa hukum itu adalah atauran-aturan yang umum dan jelas yang masuk
akal, yang harus dipublikasikan kepada pihak-pihak yang dikehendakinya dan memiliki akibat
yang perspektif. Aturan-aturan itu harus tetap masuk akal dan konsisten dari waktu-kewaktu,
berisi standar yang mungkin dilaksanakan. Oleh karenanya hukum yang mengesampingkan
perempuan dan orang hitam dari kantor-kantor atau profesi atau tidak memiliki suara untuk
memilih adalah bertentangan dengan moral.
Contoh lain lagi mengenai hak asasi manusia, pendekatan dari teori Hukum Alam terhadap
eksistensi dari hak asasi manusia adalah sangat terintegrasi dan menyeluruh. HAM berasal dari
Hukum Tuhan (divine law) kemudian menjadi Hukum Alam (Natural Law) yang berisikan
ajaran-ajaran moral yang kemudian dituangkan oleh manusia dalam hukum positif yang berisi
hak dan kewajiban, termasuk HAM. Menurut Teori Hukum Alam (Natural Law), hak-hak dan
hukum adalah bagian yang universal dari sistem moral.
Contoh berikutnya adalah mengenai penerapan prinsip persamaan di depan hukum
(equality before the law). Dasar umum dari substansi prinsip persamaan bagi umat manusia
adalah kemanusian mereka sendiri. Semua orang seharusnya diperlakukan sama karena mereka
secara karakteristik adalah sama, rasa senang dan rasa sakit sama bagi semua orang. Perbedaan
kedudukan berdasarkan apapun juga tidak dapat menghapuskan persamaan tersebut, begitu juga
perbedaan antara orang hitam dan orang putih, antara laki-laki dan perempuan tidak boleh
membawa perbedaan perlakuan terhadap mereka.
Contoh berikutnya adalah penerapan Hukum Alam (Natural Law) pada kasus Aborsi.
Hukum Alam berasal dari hukum Tuhan (divine law), oleh karenanya gereja Katolik Roma menentang aborsi, mereka percaya bahwa aborsi adalah pembunuhan, bukan merupakan dogma
dari gereja. Tetapi pendirian ini berubah, bahwa janin belumlah menjadi manusia sampai pada
saat “animation.” Berdasarkan doktrin Katolik, janin laki-laki memiliki animasi pada hari ke 40
setelah pembuahan, janin perempuan dipercaya memiliki animasi setelah 80 hari. Tapi setelah
abad ke 18 gereja berpendapat bahwa kehidupan manusia mulai sejak pembuahan. Jadi
perdebatan berputar kepada kapan tepatnya janin itu diakui sebagai manusia. Menurut
interpretasi hukum Islam yang berdasarkan Ilmu Kedokteran, kehamilan 42 hari adalah akhir
minggu keenam kehamilan setelah pembuahan. Berdasarkan hal tersebut ada pemikiran untuk
mengembangkan hukum Islam yang membolehkan pengguguran kandungan sampai usia
kehamilan 5 minggu (35 hari) atau maximum 42 hari; yaitu adalah 10 hari setelah seorang wanita
mengetahui haidnya terlambat Filsafat Hukum Alam Tradisional (Traditional Natural Law)
Pemukan-pemuka Hukum Alam Tradisional adalah Cicero dan Thomas Aquinas. Cicero
berpendapat Hukum Alam itu tidak berubah-rubah dan tidak mempunyai perbedaan dalam
masyarakat yang berbeda. Setiap orang mempunyai akses kepada standar dari hukum yang
tertinggi ini dengan menggunakan akal. Hukum yang tertinggi itu adalah pencerminan Divine
Law atau Hukum Tuhan.
Selanjutnya Thomas Aquinas mengatakan hukum ada empat macam : the eternal law, the
natural law, the divine law, and human (positive) law. Menurut Aquinas, Hukum Positif berasal
dari Hukum Alam. Kadang-kadang Hukum Alam mendiktekan bagaimana seharusnya Hukum
Positif. Misalnya, Hukum Alam mensyaratkan bahwa pembunuhan itu terlarang. Pada lain waktu
Hukum Alam memberikan ruang kepada manusia untuk memilih (berdasarkan adat lokal atau
pilihan kebijakan). Hukum Alam menghendaki peraturan jalannya mobil untuk keselamatan
pihak lain. Akan tetapi Hukum Alam memberikan keleluasaan kepada pilihan manusia, jalan di
sebelah kiri atau di sebelah kanan, kecepatan kendaraan 55 mil/jam atau 65 mil/jam.
Perbebatan tentang pemikiran Aquinas terus berlangsung, misalnya, apakah Aquinas
percaya Norma Moral berasal secara langsung dari pengetahuan manusia atau berdasarkan
pengalaman penjelmaan alam atau produk dari pengertian praktis dan pemikiran berdasarkan
pengalaman manusia.

Hukum Alam Zaman Modern
Dalam periode zaman Renaissance di Eropa, perdebatan tentang Hukum Alam terkait
dengan issue lain yaitu hak-hak individu manusia dan batas-batas dari pemerintah. Hugo Grotius
yang banyak menulis tentang Hukum Internasional adalah pemuka Hukum Alam Zaman
Modern. Pemuka lain adalah Thomas Hobbes dan John Locke yang memikirkan konsep dari
hak-hak individu dalam pengertian yang modern. Kemudian pemikiran Hukum Alam Zaman
Modern dimulai antara lain oleh John Finnis. John Finnis, pemikirannya adalah aplikasi dari
padangan Thomas Aquinas yang berhubungan dengan masalah etika.
Finnis’s ethical theory has a number of levels. The foundation is the claim that
there are a number of distinct but equally valuable intrinsic goods (that is,
things one values for their own sake), which he calls “basic goods”. In Natural
Law and Natural Rights, Finnis list the following as basic goods: life (and
health), knowledge, play, aesthetic experience, sociability (friendship),
practical reasonableness, and religion (Finnis’s list of basic goods changes
somewhat in later articles). These are “intrinsic” goods in the following sense :
one can value, for example, health for its own sake, but medical treatment only
as a means to health. If someone stated that she was buying medicine, not
because she or someone she knew was sick or might become sick, and not
because it was part of some study or some business, but simply because she
liked acquiring medicines and having a lot of them around, one might rightly
begin to question her sanity.
Finnis menerangkan barang dasar yang identifikasinya, dan prinsip-prinsip lain yang
identifikasinya dalam toerinya mengenai moral.
Pemuka Hukum Alam lainnya dalam zaman modern adalah Lon Fuller yang menolak
secara tegas apa yang dilihatnya sebagai teori Hukum Positif. Fuller mengatakan bahwa hukum
itu sebagai tingkah laku manusia yang menentukan peraturan-peraturan. Menurut Fuller hukum
sebagai moral mempunyai persyaratan sebagai berikut :
1. laws should be general;
2. they should be promulgated, that citizens might know the standards to which they are being
held;
3. retroactive rule-making and application should be minimized;
4 Dennis Patterson (Ed), A Companion to Philosophy of Law and Legal Theory, (Oxford : Blackwell
Publishing Ltd., 1999), h. 228.

4. laws should be understandable;
5. they should not be contradictory;
6. laws should not require conduct beyond the abilities of those effected;
7. they should remain relatively constant through time, and
8. they should be a congruence between the laws as announced and their actual administration.5
Pendekatan Fuller hampir selalu berlawanan dengan posisi Hukum Alam Tradisional. Ia
mencoba mengaitkannya dengan Thomas Aquinas dengan mengakui 8 prinsip dari hukum yang
sah. Sebaliknya Fuller mengakui adanya perbedaan yang penting dengan 8 prinsip tersebut

Selasa, 09 November 2010

filsafat hukum

A.PENGERTIAN FILSAFAT

Manusia memiliki sifat ingin tahu terhadap segala sesuatu, sesuatu yang diketahui manusia tersebut disebut pengetahuan.Pengetahuan dibedakan menjadi 4 (empat) ,yaitu pengetahuan indera, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, pengetahuan agama.Istilah “pengetahuan” (knowledge) tidak sama dengan “ilmu pengetahuan”(science).Pengetahuan seorang manusia dapat berasal dari pengalamannya atau dapat juga berasal dari orang lain sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang memiliki obyek, metode, dan sistematika tertentu serta ilmu juga bersifat universal.

Adanya perkembangan ilmu yang banyak dan maju tidak berarti semua pertanyaan dapat dijawab oleh sebab itu pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab tersebut menjadi porsi pekerjaan filsafat.Harry Hamersma (1990:13) menyatakan filsafat itu datang sebelum dan sesudah ilmu mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut Harry Hamersma (1990:9) menyatakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh ilmu (yang khusus) itu mungkin juga tidak akan pernah terjawab oleh filsafat.Pernyataan itu mendapat dukungan dari Magnis-Suseno (1992:20) menegaskan jawaban –jawaban filsafat itu memang tidak pernah abadi.Kerena itu filsafat tidak pernah sampai pada akhir sebuah masalah hal ini disebabkan masalah-masalah filsafat adalah masalah manusia sebagai manusia, dan karena manusia di satu pihak tetap manusia, tetapi di lain pihak berkembang dan berubah, masalah-masalah baru filsafat adalah masalah –masalah lama manusioa (Magnis-Suseno,1992: 20).

Filasafat tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja, melainkan apa – apa yang menarik perhatian manusia angapan ini diperkuat bahwa sejak abad ke 20 filsafat masih sibuk dengan masalah-masalah yang sama seperti yang sudah dipersoalkan 2.500 tahun yang lalu yang justru membuktikan bahwa filsafat tetap setia pada “metodenya sendiri”.Perbedaan filsafat dengan ilmu-ilmu yang lain adalah ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan, sedangkan filsafat adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan..Kesimpulan dari perbedaan tersebut adalah filsafat tersebut adalah ilmu tanpa batas karena memiliki syarat-syarat sesuai dengan ilmu.Filsafat juga bisa dipandang sebagai pandangan hidup manusia sehingga ada filsafat sebagai pandangan hidup atau disebut dengan istilah way of life, Weltanschauung, Wereldbeschouwing, Wereld-en levenbeschouwing yaitu sebagai petunjuk arah kegiatan (aktivitas) manusia dalam segala bidang kehidupanya dan filsafat juga sebagai ilmu dengan definisi seperti yang dijelaskan diatas.

Syarat-syarat filsafat sebagai ilmu adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan yang menyeluruh dan universal, dan sebagai petunjuk arah kegiatan manusia dalam seluruh bidang kehidupannya.Penelahaan secara mendalam pada filsafat akan membuat filsafat memiliki tiga sifat yang pokok, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif itu semua berarti bahwa filsafat melihat segala sesuatu persoalan dianalisis secara mendasar sampai keakar-akarnya.Ciri lain yang penting untuk ditambahkan adalah sifat refleksif krisis dari filsafat

B.PEMBIDANGAN FILSAFAT DAN LETAK FILSAFAT HUKUM.

Terdapat kecenderungan bahwa bidang-bidang filsafat itu semakin bertambah, sekaipun bidang-bidang telaah yang dimaksud belum memiliki kerangka analisis yang lengkap, sehingga belum dalam disebut sebagai cabang.Dalam demikian bidang-bidang demikian lebih tepat disebut sebagai masalah-masalah filsafat.Dari pembagian cabang filsafat dapat dilihat dari pembagian yang dilakukan oleh Kattsoff yang membagi menjadi 13 cabang filsafat.

Seperti kita ketahui bahwa hukum berkaitan erat dengan norma-norma untuk mengatur perilaku manusia.Maka dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia, yang disebut etika atau filsafat tingkah laku.

C.PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM

Karena filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis.Maka obyek filsafat hukum adalah hukum.Definisi tentang hukum itu sendiri itu amat luas oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1986:2-4) keluasan arti hukum tersebut disebutkan dengan meyebutkan sembilan arti hukum.Dengan demikian jika kita ingin mendefinisikan hukum secara memuaskan, kita harus dapat merumuskan suatu kalimat yang meliputi paling tidak sembilan arti hukum itu.Hukum itu juga dipandang sebagai norma yang mengandung nilai-nilai tertentu.Jika kita batasi hukum dalam pengertian sebagai normaNorma adalah pedoman manusia dalam bertingkah laku.Norma hukum diperlukan untuk melengkapi norma lain yang sudah ada sebab perlindungan yang diberikan norma hukum dikatakan lebih memuaskan dibandingkan dengan norma-norma yang lain karena pelaksanaan norma hukum tersebut dapat dipaksakan.

D.MANFAAT MEMPELAJARI FILSAFAT HUKUM

Dari tiga sifat yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain manfaat filsafat hukum dapat dilihat.Filsafat memiliki karakteristik menyeluruh/Holistik dengan cara itu setiap orang dianggap untuk menghargai pemikiran, pendapat, dan pendirian orang lain. Disamping itu juga memacu untuk berpikir kritis dan radikal atas sikap atau pendapat orang lain. Sehingga siketahui bahwa manfaat mempelajari filsafat hukum adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah, dan menuntun pada jalan baru.

E.ILMU ILMU LAIN YANG BEROBJEK HUKUM

Disiplin hukum, oleh Purbacaraka, Soekanto, dan Chidir Ali, di artikan sebagai teori hukum namun dalam artian luas, yang mencakup politik hukum, filsafat hukum, dan teori hukum dalam arti sempit atau ilmu hukum.

Dari pembidangan tersebut, filsafat hukum tidak dimasukkan sebagai cabang ilmu hukum, tetapi sebagai bagian dari teori hukum (legal theory) atau disiplin hukum. Teori hukum dengan demikian tidak sama dengan filsafat hukum karena yang satu mencakupi yang lainnya. Satjipto Raharjo (1986: 224-225) menyatakan, teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita mengkonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas. Teori hukum memang berbicara tentang banyak hal, yang dapat masuk ke dalam lapangan politik hukum, filsafat hukum, atau kombinasi dari ketigabidang tersebut. Karena itu, teori hukum dapat saja membicarakan sesuatu yang bersifat universal, dan tidak menutup kemungkinan membicarakan mengenai hal-hal yang sangat khas menurut tempat dan waktu tertentu.
kajian lorong kampus


coming soon……
pernah kenal dengan nama-nama berikut?????
Aristoteles, Gustav Radburch, John Austin, Roscoe Pound, Jurgen Habermas, Satjipto Rahardjo, Karl Marx, Hugo de Groot, J E Sahe-tapy, John Rawls ….

Mereka dan pemikirannya adalah topik yang Sexy untuk didiskusikan…

Tertarik dalam hal-kajian Filsafat silahkan bergabung dengan kami di Kajian Lorong Kampus

Cp:
- M Abdul Aziz +6285766029857
- Roby Simamora +6285263813368
- Harju Budiman +6285274455928